Selasa, 09 Desember 2014

Sekilas tentang Desa Pujungan

Pada masa Pemerintahan Ida Sri Jaya Bali yang memerintah Bali , diceritakan bahwa beliau bermaksud mengembangkan Daerah Kekuasaannya dibagin Barat Pulau Bali,maka diutuslah dua orang patihnya yang bernama I Pasek Kayu Selem dan I Pasek Kerandan atau I Pasek Auman yang tinggal di Desa Batur Penulisan untuk menjelajah Daerah – Daerah yang tidak berpenghuni. Dalam perjalanan dua orang patih tersebut memerintahkan pengikutnya untuk membuat tempat peristirahatan berupa sebuah bangunan yang terbuat dari batu dan bata disebelah barat kaki Gunung Batukaru.
Dalam usaha memperluas Daerah kekuasaan Ida Sri Jaya Bali ,kedua Patih tersebut beserta dengan pengikutnya telah menjelajah daerah – daerah yang memungkinkan untuk mengembangkan Kerajaan
. Berjalan kesebelah utara ( sekarang Desa Wanagiri) menuju kebarat ( sekarang Desa Gobleg dan Banjar ),Kesebelah Timu 9 Sekarang Desa Soka sampai Pulukan ), kesebelah Selatan dari Tukad Pulukan sampai Desa Kali Kunyit dan kesebelah Barat sampai ke Desa Tukad Semaga dan kembali lagi ketempat persinggahan awalnya di Gunung Batukaru. Merasa cukup lama perjalanan clan melelahkan , maka tempat Peristirahatan ini menjadi sebuah tempat tinggal tetap yang diberi nama Pujunga Sari.
Kedatangan dua orang patih Raja Sri Jaya Bali beserta para pengikutnya yang singgah di Gunung Batukaru sambil membuka hutan juga mendirikan sebuah pedukuhan atau pasraman untuk tempat pemujaan leluhur. Mendengar perkembangan perjalanan patih I Pasek Kayu Selem dan I Pasek Auman, maka tertarik niat Raja Ida Sri Jaya Bali untuk dating ke Pedukuhan di Pujung Sari dengan mengajak Permaisurinya asal Negeri Cina yang diberi nama Sri Kama Ratih yang tidak dianugrahi Putera. Di Pujung Sari beliau hanya sesaat karena beliau dipanggil kembali untuk melanjutkan Tahta kekuasaannya Ayahanda dan mempersunting seorang Putri bernama Dewi Danu. Dalam perkawinan inilah beliau dianugerahi dua orang putera yang bernama sri Mayadana dan Putra yang kedua diberi nama Sri Ugrasena atau dengan nama lain Sri Arya Dalem Karang.
Mengingat daerah kekuasaannya di Pujung Sari, beliau mengutus putra keduanya Sri Arya Dalem Karang memimpin di Pujunga Sari bersama kedua patihnya. Masa Pemerintahan Sri Arya Dalem Karang diperkirakan pada tahun Isaka 867 (945 M ) sampai akhir hayatnya.
Setelah wafatnya Sri Arya Dalem Karang , maka Sri Jaya Bali mempercayakan kepada kedua patihnya untuk menguasai daerah kekuasaan tersebut. Keturunan kedua Pepatih ini berkembang sedikit demi sedikit. Pasek Kerandan memusatkan Pemerintahannya disebelah Selatan dengan memegang penuh amanat Raja dan Pasek Kayu Selem dipercaya memegang kekuasaan di Pujung Sari

Bukti yang menunjukkan adanya sebuah pemukiman penduduk adalah diketemukannya bekas – bekas pondasi rumah di kawasan kaki Gunung Batukaru,disamping peninggalan – peninggalan bersejarah berupa kuburan tua, Guci dari Negeri Cina,kentongan kerajaan yang terbuat dari perunggu, seperangkat pakaian brahmana clan masih banyak lagi yang lainnya.
Pada masa penjajahan Belanda, Desa Pujungan berstatus sebagai wilayah Banjar bagian dari Desa Pupuan, Kedistrikan Selemadeg. Kelian Banjar yang diingat pertama adalah I Jembo dengan jumlah penduduk kurang lebih 45 Kepala Keluarga sekitar tahun 1900 – an,nama lain yang tercatat pernah memimpin Desa Pujungan adalah Pan Wijil clan digantikan oleh pimpinan tiga serangkai Pan Jebeng,Pan Deri clan Pan Teken, serta untuk memperlancar roda pemerintahan di pelosok Desa , di Tibudalem dibuatkan perwakilan kepemimpinan yang dipegang oleh I Wayan Sumat.
Nama I Ketut Sukarata sebagai Pimpinan sekitar tahun 1963 dengan pembantu dimasing-masing Banjar seperti I Wayan Tebeng yang digantikan oleh I Wayan Wetya,l Wayan Jibleg yang kemudian digantikan oleh I Ketut Mustika, I Ketut Sulatra yang digantikan oleh I nengah Warya clan I Nyoman Sadra yang kemudian digantikan oleh I Nengah Bumbung, Kemudian yang menggantikan I Ketut Sukarata karena habis masa jabatannya adalah Pan Sebeb seorang tokoh dari Banjar Pujungan Kauh yang sekarang menjadi Banjar Puspasari.
Tahun 1965 pada masa Revolusi pemberontakan G.30.S/PKI Desa Pujungan dipimpin oleh I Wayan Nesa Wisuanda yang kemudian digantikan oleh I Wayan Renes seorang mantan pejuang Kemerdekaan RI. Nama Gurun Suwaki menggantikan I Wayan Renes sekitar tahun 1968 clan I Wayan jenjen menjabat sampai tahun 1974. Dalam Pemerintahan di Desa Pujungan sekitar tahun 1950 sampai dengan tahun 1974 Desa Pujungan berkembang menjadi dua Banjar Banjar Pujungan Kangin clan Banjar Pujungan Kauh. Pujungan Kangin dikepalai oleh Nang Karang dan Pujungan Kauh dikepalai oleh Pan Sirta, kedua tokoh tersebut mengakhiri masa jabatannya clan digantikan oleh Pan Sedeng sebagai Kepala Pujungan kangin clan P.9n Jedeg alias I Nengah Siden sebagai Kepala Pujungan Kauh, setelah keduanya mengakhiri masa jabatannya digantikan oleh I Wayan jenjen sebagai Kelian Banjar Pujungan Kangin dan I Gde Wayan Arkha sebagai Kelian Banjar Pujungan Kauh.
Tahun 1975 berdasarkan atas Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tabanan, tertanggal 1 Oktober 1975 Nomor Pem/Il.a/1079/1975,Desa Pujungan diresmikan menjadi Desa Depinitif dengan Kepala Pemerintahan di pegang oleh seorang Bendesa clan untuk melestarikan budaya adat dibentuk lembaga adat yang dikepalai oleh seorang Bendesa Adat. Kepala Desa Depinitif pertama adalah I Ketut Murdiasa yang membagi Desa Pujungan menjadi lima Banjar yaitu : Banjar Puspasari dengan Kelian Dinasnya I Gde Wayan Arkha, Banjar Mertasari Kelian Dinasnya I Wayan Jenjen, Banjar Tamansari Kelian Dinasnya I Ketut Nuita, Banjar Margasari Kelian Dinasnya I Wayan Seja
Bendesa I ketut Murdiasa mengakhiri masa Jabtannya clan digantikan oleh I Wayan Nesa Wisuanda pada tahun 1978 dengan formasi Kelian Dinas yang sama, Kemudian pada akhir masa Jabatannya
I Wayan Nesa Wisuanda digantikan Sementara oleh I Ketut Suberata sebelum adanya Kepala Desa Depinitif dan beberapa bulan kemudian terpilih I Ketut Wiranata dengan membawahi lima Kelian Dinas dengan mengganti Kelian Dinas Banjar Mertasari dan Tamansari dimana I Wayan jenjen digantikan oleh I Made Sunita dan I Ketut Nuita digantikan oleh I Ketut Arcana yang memegang Jabatan paling singkat hanya tiga tahu karena diangkat oleh Negara sebagai Pegawai Negeri Sipil yang bekerja dibidang Pendidikan yang kemudian digantikan oleh I Putu Sutamba. Masa Jabatan yang kedua kalinya I Ketut Wiranata mengganti lagi dua Kelian Dinasnya dimana I Made Sunita sebagai Kelian Dinas Banjar Mertasari digantikan oleh I Nengah Buana clan Di Banjar Tibudalem I Ketut Madera digantikan oleh I Ketut Budiasa.
Setelah berakhirnya masa Jabatan I ketut Wiranata, I Nengah Buana ditunjuk sebagai Pejabat Sementara . Terpilih I Gede Rimayasa sebagai Kepala Desa Pujungan dari Tahun 2000 sampai dengan tahun 2008 yang kemudian digantikan oleh I Gede Putu Santiarta,SSi sampai dengan sekarang. Berselang hanya beberapa bulan dalam masa pemerintahan I Gede Rimayasa dengan keluarnya Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Tata Pemerintahan Daerah dan Desa baru menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.
Kelian Dinas di Masing-masing Banjar yang menjabat adalah Drs. I Made Kirna menjabat sebagai Kelian Dinas Puspasari, yang digantikan oleh I Nyoman Yudana clan sekarang I Made Suradnya, 1 Gede Putu Santiarta,SSi sebagai Kelian Dinas Banjar Mertasari digantikan oleh I Ketut Gede Ari Pastika . I Ketut Sandiatma,BSc sebagai Kelian Dinas Banjar Tamansari, I Made Karnyana,SE sebagai Kelian Dinas Banjar Margasari, clan Drs. I Wayan Sujaya sebagai Kelian Dinas Banjar Tibudalem yang sekarang digantikan oleh I Nyoman Mahadewa.
Pada Tahun 2001 Banjar Puspasari dimekarkan clan dibentuk Banjar Persiapan yang dikepVi oleh Seorang Kelian Dinas yang bernama I Wayan Wiratmaja, masa lalu adanya pengawasan Pemerintahan Desa disebut sebagai Lembaga Musyawarah Desa ( LMD ), clan sekarang sebagai mitra kerja Kepala Desa ada Badan Pengawas yang disebut Badan Perwakilan Desa ( BPD ) yang diketuai oleh I Ketut Sabda dan dirubah menjadi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang diketuai oleh I Wayan Warjaya.
Dibagian lain lembaga adat pernah juga dikepalai oleh I Made Arya Sukantara yang digantikan oleh I Nengah Bumbung dengan dua kali masa Jabatan , I Wayan Sugara, I Wayan Dira, I Wayan Susila sekali masa Jabatan, kemudian kembali terpilihnya I Nengah Bumbung yang kemudian digantikan oleh I Wayan Sedana sampai dengan sekarang. Tercatat pula sejumlah nama – nama yang mengabdi diri masing-masing Banjar Adat yaitu di Banjar Adat Tamansari I Nengah Koni.
Di Banjar Adat Puspasari Jro Nyoman Siradana, Jro Wayan Gerana, Jro Dalang I Wayan Gede Anis dan I nengah Budiartha yang menjabat sampai sekarang. Di Banjar Adat Mertasari I Wayan Nuarta,l Wayan Jimat,l Nengah Nukarya, i Made Sunita dan I Ketut Suasana yang menjabat sampai sekarang. Di Banjar Adat Mekarsari I Wayan Sana, I Ketut Sutika, dan I nengah Sudika yang menjabat sampai sekarang. Dibanjar Adat Margasari I Ketut Puja, dan I Nengah Parjana yang menjabat sampai sekarang. Serta diBanjar Adat Tibudalem I Wayan Santya,l Wayan Purna, I Putu Suanda,l Ketut Sutama, I Wayan Subagiasa,l Ketut Kawiasa, I Ketut Budiasa dan kembali lagi 1 Ketut Sutama yang menjabat sampai sekarang. Bagian wilayah Administratif Desa Pujungan sama dengan bagian wilayah secara adat dalam aspek Desa Pekraman.

Rabu, 03 Desember 2014

Objek Wisata Pura Malen/Pura Gedong Desa Pujungan



Pura Malen atau yang sekarang disebut Pura Gedong adalah nama sebuah pura di desa pujungan,kecamatan pupuan ,kabupaten tabanan,bali. pura malen terletak sekitar 2 km dari perempatan desa pujungan (sekitar 15 menit dengan kendaraan bermotor) dan berada tepat di bawah kaki gunung batukaru. 












Pura Malen merupakan salah satu objek wisata yang terkenal di pujungan selain objek wisata air terjun blemantung .karena letak pura ini tepat di bawah kaki gunung batukaru.pura malen telah ada berabad-abad yg lampau di desa pujungan  nama pura malen sendiri  menurut masyarakat disana di ambil dari 2 patung kecil yg ada di kori pura tsb yg berbentuk tokoh pewayangan Tualen.  dan pada saat purnama kapat atau hari raya bagi seluruh umat hindu di bali, maka masyarakat pujungan akan melakukan persembahyangan ke pura gunung batukaru atau di sana lebih akrab di panggil pura pucak kedaton batukaru, maka dari itu tidak bisa tidak jika dari pujungan pasti harus melewati pura malen tsb. bahkan masyarakat dari desa tetangga pun seperti desa batungsel juga lewat sana meskipun di desa batungsel ada akses lain menuju gunung batukaru namun dengan melalui desa pujungan akan menjadi lebih efisien dan ringan , ringan karna  jika dari desa pujungan mereka bisa mengendarai motor atau mobil  setidak nya sampai pura malen, baru kemudian melanjutkan pendakian ke gunung batukaru jadi lebih singkat.                                 Pura malen sendiri dulu merupakan sebuah hutan rawa  yg belukar belukar di sekitar nya dan  konon kata penduduk sekitar ada macan yg menunggui nya secara niskala(gaib)  meskipun hewan seperti kijang, babi hutan dan ayam hutan juga sering di temukan.                Pura malen kini telah dirombak menjadi tempat wisata  sengaja atau tidak namun pura ini cukup menjanjikan bagi  wisatawan mancanegara untuk berkunjung, sebab masih virgin atau natural. 
Pura malen telah di rombak sedemikian rupa sehingga dari tempat tersebut masyarakat dapat melihat  seluruh kawasan kecamatan pupuan dengan  udara sejuk.  dan lebih indahnya lagi, Pura Malen ternyata kini telah di bangun patung yg sangat cantik dan artistik yaitu dua buah patung tentara beserta meriamnya dan 2 buah patung macan berwarna hitam dan yg satu berwarna belang mengapit sebuah patung orang suci.yang melambangkan penjaga-penjaga setia pura malen. dan dari kejauhan nampak di sebelah utara nya berdiri kokoh patung Dewa Siwa & Dewi Sri yang berukuran besar.                           Sementara itu di bagian barat areal patung terdapat satu bangunan berbentuk lumbung padi. Hamparan pemandangan luas dan bernuansa alam tertihat jelas dari bangunan yang terbuat dari kayu dan beratap ijuk itu. 

Awal mula pembangunan tempat meditasi patung Dewa Siwa adalah semenjak ada orang yang mendapatkan Pretima (Arca-red) Dewa Siwa. Arca Dewa Siwa yang terbuat dari perunggu itu ditemukannya tahun 1993 silam. 



Ditegaskanya lagi, tidak ada pemangku atau pemimpin saat melangsungkan meditasi. Ia menyerahkan kepada masing-masing yang datang melakukan meditasi asalkan dengan tertib dan tidak melakukan hal-hal yang tidak patut.

Objek Wisata Air Terjun Blamantung Desa Pujungan

Dari Segi Pariwisata sesungguhnya Desa Pujungan memiliki tempat – tempat Objek Pariwisata, Namun karena belum bisa ditata sesuai dengan harapan kita bersama, sehingga belum berani mempromosikan kepada Tamu-Tamu baik Tamu Domestik maupun Tamu Asing. Tempat Pariwisata yang ada seperti Air Terjun Blamantung.





Air Terjun Blamantung dengan ketinggian airnya 21 meter, dengan debet air cukup besar, agak dingin, dibawahnya ada Pura Subak yang anggotanya sebanyak 23 Orang pengayah. Air Terjun Blamantung ini berada 700 m dari Jalan Raya Propinsi. Dalam Penataan Air Terjun ini sangat membutuhkan Bantuan Pemerintah mulai dari Pembangunan Jalan, Pembangunan irigasinya, Penghijauannya dengan kayu maupun bunga-bunga yang sesuai clan Cocok, serta penataan tebing-tebing sepanjang Jalur tersebut. Memberikan pembinaan kepada Generasi Muda dan Kader Pembangunan Desa tentang wawasan Pengembangan Objek Wisata. Tempat – Tempat lain di Desa Pujungan yang mendukung seperti adanya tempat Peristrirahatan yang nyaman , Pemandangannya menarik clan telah dibangun Filla disebelah selatan Desa clan Sebelah Utara Desa yaitu dikaki gunung Batukaru. Udara yang sejuk, air yang bersih, Alam yang masih alami tentunya bisa dipromosikan sepanjang ada perhatian,bantuan , serta kerjasama dari berbagai Pihak.
Hal lain yang mendukung Tempat Objek Wisata tersebut yaitu Keterampilan Penduduk dalam Pembuatan Kerajinan tangan seperti Ukir,Lukis,Tempurung Kelapa,Rajut,Perak,Anyaman Gerabah clan yang tidak kalah pentingnya seperti adanya Tukang Pande Besi dengan hasil karyanya yang telah terbukti terkenal clan sangat laris untuk dikembangkan. Tenaga- Tenaga andal ini semuanya telah berkarya clan telah biasa terima Orderan.
Kendalanya untuk Mengembangkan Tempat Objek Pariwisata Air terjun Tibu Blamantung ini dalah :
•           Kondisi Jalan dari Jalan Raya Propinsi sampai Pusat Air Terjun Itu sangat memprihatinkan, kondisinya ada yang baru digladag tapi sudah rusak parah, ada yang baru di Betonisasi dengan swadaya masyarakat itu pun baru sedikit.
•           Belum keberlanjutannya perhatian Pemerintah baik dari Penataanya, Promosinya, Pembinaannya clan lain Sebagainya.
•           Mash Panatiknya clan Hawamnya masyarakat penyanding di tempat air Terjun Tibu Blamantung tersebut, hal ini Perlu Pembinaan Dinas Terkait.

Religi, Budaya dan Kesenian

 Desa Pujungan merupakan Desa yang Unik, konon tidak bisa ditempati oleh warga keturunan Cina, dan sampai saat ini memang belum pernah ada keturunan cina berani tinggal menetap di Desa Pujungan ini. Bila ada yang bermalam di Desa Pujungan katanya selalu diganggu dan ditakuti oleh mahkluk mahkluk gaib yang tidak kelihatan dengan jelas. Hingga kini dari sejumlah Penduduk Desa Pujungan yang ada, belum ada agama lain selain Agama Hindu. Namun dalam kehidupan sehari hari biasa agama lain lalu lalang untuk berjualan dan keperluan lainnya di Desa ini, dan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat biasa berbaur dengan semua agama tanpa membedakan suku / agama. Didalam kehidupan beragama Penduduk Desa Pujungan yang terhimpun dalam satu Desa Pekraman Pujungan, enam Banjar Adat memilki tempat Ibadah berupa Pura yang amat banyak sekali, Selain Pura Trikayangan , beberapa Sad Kayangan yang diantaranya ada beberapa memiliki nilai historis tersendiri clan dikunjungi dari berbagai Desa dan Daerah lain seperti misalnya : Pura Manik Geni Pujungan yang dibangun oleh Nenek Moyang keluarga Pasek, konon yang pertama kali membuka Pemukiman Perumahan ditengah – tengah hutan belantara tempo dulu yang sampai kini merawat kukul / kentongan besi jaman penjajahan Belanda sebagai peninggalan raja yang sempat bersemayam di Desa Pujungan. Kentongan/Kukul besi tersebut pernah diambil paksa oleh Belanda , namun setelah dibawa beberapa bulan oleh orang Belanda kentongan / kukul tersebut dikembalikan lagi, karena Orang Belanda tersebut selalu merasa ketakutan. Tempat suci yang lain seperti Pura Manik Terus yang dilengkapi dengan Pelinggih Betara Cina nya Konon dibangun oleh Nenek moyang yang tiba kedua setelah Warga Pasek di Desa Pujungan yaitu dari Nenek moyang Warga Tutuan. Yang konon pada jaman tersebut ada Nenek moyang keturunan Cina hijerah di Desa Pujungan sampai Moksa, hingga dibangunnya sebuah pelinggih Betara Cina. Namun Kronologis Keturunan Cina tidak berani tinggal di Desa Pujungan saat ini tidak ada yang tahu. Apakah ada Bisama tertentu atau memang kehendak Ida Betara yang bersemayam di Desa Pekraman Pujungan. Budaya Desa Pujungan disaat melakukan ritual keagamaan yaitu melakukan Upacara Dewa Yadnya Piodal Besar (Ageng ) di Pura- Pura Tri Kayangan,Sad Kayangan, Pura Warga : Panti,Sanggah Suun, biasanya selalu disertai dengan rangkaian Persembahyangan yang diselingi dengan Narat Masal yang memakai banyak keris – keris sebagai alat bukti nyata bahwa humatnya telah dikaruniai jalan untuk menuju Keselamatan,Ketentraman,Kedamaian clan meneruskan Budaya Bali yang penuh dengan corak keragaman sesuai dengan amal baktinya masing-masing. Disamping itu pula selalu menyertai rangkaian pementasan Tarian rejang yang diikuti oleh Anak-Anak, Remaja, Dewasa laki dan perempuan.
Didalam melakukan Upacara Pitra Yadnya / Pengabenan masyarakat Desa Pujungan secara umum melaksanakan secara bersama- sama di Desa Pekraman Pujungan, yang dikoordinir oleh Jro Bendesa dan ada pula yang melakukan secara pribadi atau memakai sistim warga. Dalam pelaksanaan kegiatan / mekanisme pengambilan upacaranya disaat tiba di kuburan tidak ada Upacara Pembakaran mayat maupun pembakaran wadah.
Tidak disertai Pembakaran mayat ini telah dilakukan dari awal mulanya melakukan Upacara Pengabenan. Hal ini disebabkan karena adanya kebiasaan clan tradisi yang diwariskan oleh Nenek moyang terdahulu, dan sebagai dasar pertimbangannya adalah Hasil – hasil pemikiran orang-orang suci pendahulu mempunyai keyakinan bilamana pembakaran mayat dilakukan , maka asap – asapnya yang banyak dan kelamaan akan terbang dibawa angin menuju tempat-tempat Suci utamanya ke Pucak Kedaton / Pucak Gunung Batukaru. Bilamana hal tersebut terjadi akan menyebabkan kesucian tempat seperti Pucak Kedaton / Gunung Batukaru akan semakin pudar. Hal yang sama diutarakan oleh para dasaran disaat- saat melakukan Dewa Yadnya (Piodal) di Gunung Batukaru (Pucak Kedaton). Jadi Keyakinan Humat Hindu yang ada di Desa Pekraman Pujungan semakin yakin bahwa tradisi tersebut perlu dipertahankan. Dan Bilamana ada umat Hindu yang rnasuk dalam Lingkungan Desa Pekraman Pujungan ingin melakukan Pembakaran Mayat disaat Pengabenan , hendaknya pembakaran dilakukan diluar Kewilayahan Desa Pekraman Pujungan. Sebagai Informasi kebenaran tradisi ini bisa menghubungi Jro Bendesa Pujungan I Wayan Sedana Telepun / HP No. 085237327201, clan Perbekel Desa Pujungan I Gede Putu Santiarta,SSi, Telp./Hp No. 081237907877.Kesenian yang ada di Desa Pujungan sebagai pendukung dalam upaya mempertahankan clan menumbuh kembangkan Budaya Bali, khususnya di Desa Pujungan antara lain :
a. Kesenian Nolin Eka Mertasari, baru dibentuk di Desa Pujungan pada tahun 1993, Pemebentukan ini dilakukan adalah sebagai salah satu upaya untuk melestarikan salah satu Budaya Kesedian Bali yang terpendam. Begitu banyaknya kesenian bali yang cukup berpotensi untuk dikembangkan clan dilestarikan, hingga timbul dibenak hati kita sesame seniman Desa Pujungan yang sesungguhnya hawam terhadap kesenian, sehingga dengan bermodalkan kesemangatan clan keberanian kita bisa membentuk Kesenian Nolin ini yang sampai saat ini bisa eksis dimata masyarakat dengan beranggotakan kurang lebih 30 orang. Pendiri clan sekaligus selaku Ketua Pengurus Nolin I Made Sunita dengan Nomor Telp. (0362) 71052, kini telah berusia 56 Tahun dengan penuh tantangan clan resiko clan dengan segala keterbatasan clan ingin bangkit,bangkit clan terus bangkit untuk mengembangkan kesenian ini sambil memberikan dorongan kepada generasi penerus budaya Bali.
Kendala clan hambatan untuk pengembangan Nolin ini adalah
• Mash sederhanya seperangkat alat musiknya,karena alat musiknya adalah semua rakitan kami pengurus ,belum adanya keterpaduan dengan para senima-seniman yang berpengalaman.
* Hawamnya Kepengurusan Sekeha Nolin untuk berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memohon sumbahsihnya baik sumbangsih Pemikiran maupun sumbangsih pendanaannya.

b. Sekeha Gender Suara Kencana , Kesenian Tabuh Gender memang telah lama ada clan berada di Desa Pujungan. Kesenian Tabuh Gender ini biasa dilakukan dalam Upacara Manusa Yadnya yaitu Metatah / Potong Gigi yang lasyim clan lumrah dilakukan Humat Hindu dimanapun berada.
Tabuh Gender ini memang sangat langka clan agak sulit dilakukan oleh seniman biasa. Hanya penabuh berbakatlah yang mampu menghantarkan tabuh gender ini. Tabuh Gender ini dipergunakan juga dalam Pementasan wayang Kulit, dimana untuk di Desa Pujungan ada 3 orang Dalang wayang kulit yang acap kali pentas diberbagai Desa di Bali . Jadi setiap pentas pasti memakai Tabuh Gender dari Sekeha Gender Suara Kencana i yang dipimpin oleh seorang Ketua Pengurus bernama I Wayan Suada alias Pan Mawan, Umur 38 Tahun , Pekerjaan Tani, No. Hp 085792038871 yang tinggal di Banjar Dinas Mertasari,Desa Pujungan,Kecamatan Pupuan, dengan beranggotakan 7 Orang (I Made Lawa Sekreta(s,l Nengah Suparda Bendahara, Anggota : I Nengah Gebor,l Wayan Gomloh,l Nengah Santi,l Nengah Rinso)
Kendala Pengembangan Tabuh Gender dari Sekeha Gender Suara Kencana ini adalah :
•           belum terorganisirnya kepengurusan dengan baik.
• belum adanya perangkat gambelan yang betul-betul diandalkan Sekeha, karena yang ada sekarang adalah seperangkat gambelan yang masih sederhana.
•           Belum adanya respon yang cukup memadai dari Pemerintah.
c. Sekeha Rindik Layang Kembang, Perangkat Gambelan rindik ini tergolong seperangkat gambelan dari bambu – bambu pilihan yang bingkainya dengan rangkaian kayu yang tergolong cukup sederhana. Rindik telah lasim berada ditengah-tengah kehidupan masyarakat Desa Pujungan. Dan sering dilakoni oleh seniman masyarakat Pedesaan sebagai pengisi selingan waktu disaat-saat kecapaian. Tabuh rindik di Desa Pujungan sering di pentaskan bila ada hajatan / upacara seperti Resepsi-resepsi perkawinan Potong Gigi, Nelu Bulanin, dll. Dan biasanya dipakai didepan acara yaitu baru masuk para undangan, clan juga sebagai pengantar pementasan tari-tarian seperti Goged dllnya. Sekeha Tabuh Rindik Layang Kembang ini dipimpin oleh seorang ketua yang bernam I Wayan Sukadana alias I Wayan Bandem, Umur 42 Tahun, Pekerjaan Petani, No. Hp. 081934351290 Bertempat tinggal di Banjar Dinas Mertasari,Desa Pujungan dengan beranggotakan sebanyak 4 Orang.
Kendala Pengembangan Sekeha Rindik ini adalah :
•           belum terorganisirnya kepengurusan dengan baik.
• belum adanya perangkat gambelan yang betul-betul diandalkan Sekeha, karena yang ada sekarang adalah seperangkat gambelan yang masih sederhana.
•           Belum adanya respon yang cukup memadai dari Pemerintah

Kondisi Demografi Desa Pujungan

Dari Segi Kependudukan Desa Pujungan, merupakan Desa yang tergolong penduduk Padat, dalam rentan wilayah 2 Km2 terdapat penduduk 6.127 Jiwa penduduk, yang notabena bermata pencaharian mayoritas sebagai Petani, sedangkan urutan klasipikasi mata pencaharian terbesar berikutnya antara lain seperti rincian data dibawah ini :
Petani                                                    :    2.175 Orang
Buruh Tani                                            :    598 Orang
Buruh Swasta/Wiraswasta/Tukang      :    471 orang
Pengrajin Industri Kecil                         :    228 Orang
Pedagang                                             :    198 Orang
Peternak besar don kecil                     :    78 Orang
Pegawai Negeri /Swasta                      :    67 Orang
Jasa Angkutan                                     :    47 Orang
Dokter / Bidan / Tenaga Medis            :    13 Orang
Bengkel                                                :    8 Orang
Jumlah Usia Kerja sesuai klasifikasi mata pencaharian adalah 3.883 orang dari jumlah penduduk 6.127 Jiwa, sehingga 2.244 Orang adalah Usia Anak­Anak,Remaja don Lansia.
Selain Penduduk yang bermata pencaharian mayoritas Petani, Penduduk Desa Pujungan juga menggeluti kerajinan Industri Kecil yang cukup diminati orang don laku diperjual belikan didunia pasar. Kerajinan yang dilakoni tersebut seperti : Kerajinan Pande BEr* ( Sabit / Caluk, Pisau / Golok), Kerajinan Tempurung Kelapa, Rajutan,Ukir,Lukis,Anyaman,Gerabah,Perak dll. Salah satu Kerajinan yang merupakan warisan dari nenek moyangnya, don akan diteruskan oleh anak cucunya kelak sesuai kepercayaan Bali adalah Kerajinan Pande Besi yang dikelola oleh I Wayan Rekog Dan Anaknya I Gede Darma dengan pembantu-pembantunya. Bilamana Usaha Kerajinan Pande Besi ini dikelola dengan baik, dengan melibatkan tenaga-tenaga yang banyak tentunya memiliki prosfek yang sangat baik, karena dengan terbukti pesanan hasil karyanya sampai selalu antrean dalam kurun waktu yang cukup lama. Namun Peminat hasil karya pande besi tersebut selalu mau antrean don mencarinya berkali-kali. Kemudian beralih Ke Usaha Kerajinan lainnya seperti Rajut,Tempurung Kelapa,Ukir,Perak,Gerabah,Lukis secara kontinuitas Penduduk mengerjakan secara berkelompok don menyendiri dirumahnya masing-masing.

Kondisi Geografis Desa Pujungan

Dari Segi Geografis Desa Pujungan merupakan daerah pegunungan / perbukitan dengan ketinggian 750 M s/d 1.300 M dari dasar permukaan laut dengan curah hujan yang cukup tinggi clan berada diatas rata-rata. Di Daerah Geografis Desa Pujungan ini merupakan derah kawasan pertanian mayoritas perkebunan Kopi, yang merupakan penghasilan pokok petani di daerah ini.
Kebun kopi merupakan tanaman budidaya unggulan para petani disekitar daerah ini, yang selalu diharapkan bisa menopang pertumbuhan perekonomian perdesaan. Peruntukan Lahan Perkebunan kopi merupakan lahan yang terluas disiapkan penduduk dibandingkan peruntukan tanaman pertanian yang lainnya. Lahan pertanian perkebunan dengan luas keseluruan mencapai 1.350 hektar, dengan jenis tanaman pertanian mayoritas Kopi, kemudian ada KKO, Kemudian ada Cengkeh,Tanaman Vanili, Tanaman Kentang, dllnya.
Selain tanaman penghasil tahunan tersebut ada juga tanaman buah-buahan yang cukup memiliki prosfek yang cukup diandalkan oleh petani kopi di daerah pegunungan ini. Bahkan tidak jarang para petani semakin marak menyisipkan sisela-sela tanaman kopinya dengan tanaman buah-buahan unggulannya. Tanaman buah-buahan unggulan dimaksud adalah seperti Tanaman Jeruk Yang telah terbukti dengan panen-panen perdannya. Tanaman Jeruk yang berada di dataran tinggi Desa Pujungan ini pasnya berada di kaki Gunung Batukaru ini telah mampu mengangkat asset yang berlimpah bagi petani tanaman jeruk sekitarnya. Justrv Pembeli buah jeruk tersebut semuanya berasal dari daerah kabupaten lain. Bahkan penjualan buah jeruk selalu dilakukan mulai dari buah jeruknya yang masih kecil-kecil , clan biasanya dilakukan penjualannya dengan sistim borongan atau tender buah jeruk yang masih kecil yang masih berada pada pohonnnya. Panen Perdana Tanaman jeruk petani di Kaki Gunung Batukaru ini sering membuat kejutan pemiliknya , karena hasil penjualan yang diperoleh acap kali bisa melampaui hasil panen raya kopi. Dalam areal 1 hektar bisa mencapai hasil penjualan buah jeruk sampai Rp. 100.000.000,-. Disamping itu juga tidak kalah pentingnya Tanaman Salak,Tanaman Manggis secara berangsur – angsur pulu telah mulai dibudidayakan, karena diangQap memiliki prosfek yang sangat menggiurkan pula.Sedangkan lahan pertanian Persawahan hanya terdapat seluas 122 hektar, dengan system pengairan masih berbentuk sistim pengairan tadah hujan, yang dewasa ini secara perlahan – lahan sistim pengairannya telah mulai ditata secara berangsur-angsur oleh petani padi itu sendiri dengan segala kemampuan para petani dengan respon atau dukungan pejabat Pemerintah terkait. Disisi lain dalam upaya menumbuh kembangkan clan memberdayakan pertanian dalam arti luas Petani telah mengambil inisiatifnya masing-masing untuk menghimpun dirinya dengan membentuk kelompok­kelompok Tani Seperti Kelompok Tani Biru Langit, Sedangkan Kelompok Tani Tamaning Pala, Marga Utama Mekar Kusuma Puspa Merfa,Puspa Boga clan Dalem Wana telah bergabung dengan Gapoktan Palaning Bhutala , kelompok – kelompok Ternak Seperti : Kelompok Ternak Budi Satwa, Kelompok Ternak Ananta Werdi.

Kelompok – Kelompok Perikanan seperti : Kelompok Ikan Sangandata, Kelompok Ikan Nyalyan Hot yang masing – masing telah memiliki Usaha Kewirausaan yang telah dibina don dilatih don juga telah mulai dikembangkan.

Pemerintahan Desa Pujungan

Desa Pujungan berada di kaki Gunung Batukaru dan berada ditengah – tengah Wilayah Kecamatan Pupuan dengan jarak tempuh 5 menit dari kota kecamatan atau berada 3 km dari kota Kecamatan Pupuan, dan berada 45 Km dari kota Kabupaten Tabanan, dengan jarak tempuh rata- rata 70 menit. Desa Pujungan memiliki luas wilayah 2.097,3 Hektar atau dengan luas 2 Km2. Batas – Batas Desa Pujungan meliputi : Sebelah Utara Wilayah Desa Umajero, Kabupaten Buleleng don Wilayah Desa Pupuan, Sebelah Timur Hutan Negara Gunungbatukaru don Wilayah Desa Batungsel, Sebelah Selatan Wilayah Desa Batungsel don Desa Padangan, Sebelah Barat Wilayah Desa Sai dan Desa Pupuan. Desa Pujungan sebelum menjadi Desa Depinitif bergabung don menjadi satu Pemerintahan Desa dengan Desa Pupuan, Kemudian pada tanggal 1 Oktober 1975 dimekarkan don sah menjadi Desa Depinitif. Awalnya Desa Pujungan terbagi atas lima Banjar Yaitu Banjar Mertasari,Banjar Tamansari,Banjar Margasari, Banjar Puspasari, don Banjar Tibudaelm. Kemudian laju pertumbuhan penduduk sangat pesat disemua Banjar, utamanya di Banjar Puspasari, maka pada tahun 2002 Banjar Puspasari dimekarkan menjadi dua Banjar sehingga Desa Pujungan terbagi menjadi enam Banjar Dinas Depinitif yaitu : Banjar Dinas Mertasari,Banjar Dinas Tamansari,Banjar Dinas Margasari,Banjar Dinas Puspasari,Banjar Dinas Mekarsari, don Banjar Dinas Tibudalem. Soot ini ( berdasarkan sensus Penduduk Tahun 2010 ) Penduduk Desa Pujungan Berjumlah 6.127 Jiwa, 3.136 Jiwa Laki-Laki, 2.991 Jiwa Perempuan,dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 1.512 Kepala Keluarga. Saat ini Fasilitas Umum yang mendukung Pemerintah Desa Pujungan antara Lain : Kantor Perbekel Desa Pujungan berlantai Tiga, 1 Unit Sekolah SMA Negeri 1 Pupuan di Pujungan, 1 Bidang Lapangan Umum, 5 Unit Sekolah Dasar yang tersebar di empat Banjar Dinas, 1 Unit Puskesmas Pembantu.
\Disamping Fasilitas umum tersebut didalam melakukan kegiatan Musyawarah/ Rapat didukung dengan Fasilitas berupa Ruang Rapat BPD,ruang rapat Kantor Perbekel dan Aula / Wantilan bila merapatkan Orang Banyak.
Dalam Upaya Pelayanan Masyarakat , Pemerintah Desa Pujungan dengan dipimpin oleh Perbekel I Gede Putu Santiarta,SSi dengan 11 orang Badan Perwakilan Desa (BPD) dengan dibantu oleh seorang Sekretaris Desa PNS : I Gede Anom Sumantri, lima orang Kepala Urusan, Enam orang Kelian Dinas dan satu orang Pemijian Desa serasa tidak ada halangan dan hambatan