Rabu, 03 Desember 2014

Religi, Budaya dan Kesenian

 Desa Pujungan merupakan Desa yang Unik, konon tidak bisa ditempati oleh warga keturunan Cina, dan sampai saat ini memang belum pernah ada keturunan cina berani tinggal menetap di Desa Pujungan ini. Bila ada yang bermalam di Desa Pujungan katanya selalu diganggu dan ditakuti oleh mahkluk mahkluk gaib yang tidak kelihatan dengan jelas. Hingga kini dari sejumlah Penduduk Desa Pujungan yang ada, belum ada agama lain selain Agama Hindu. Namun dalam kehidupan sehari hari biasa agama lain lalu lalang untuk berjualan dan keperluan lainnya di Desa ini, dan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat biasa berbaur dengan semua agama tanpa membedakan suku / agama. Didalam kehidupan beragama Penduduk Desa Pujungan yang terhimpun dalam satu Desa Pekraman Pujungan, enam Banjar Adat memilki tempat Ibadah berupa Pura yang amat banyak sekali, Selain Pura Trikayangan , beberapa Sad Kayangan yang diantaranya ada beberapa memiliki nilai historis tersendiri clan dikunjungi dari berbagai Desa dan Daerah lain seperti misalnya : Pura Manik Geni Pujungan yang dibangun oleh Nenek Moyang keluarga Pasek, konon yang pertama kali membuka Pemukiman Perumahan ditengah – tengah hutan belantara tempo dulu yang sampai kini merawat kukul / kentongan besi jaman penjajahan Belanda sebagai peninggalan raja yang sempat bersemayam di Desa Pujungan. Kentongan/Kukul besi tersebut pernah diambil paksa oleh Belanda , namun setelah dibawa beberapa bulan oleh orang Belanda kentongan / kukul tersebut dikembalikan lagi, karena Orang Belanda tersebut selalu merasa ketakutan. Tempat suci yang lain seperti Pura Manik Terus yang dilengkapi dengan Pelinggih Betara Cina nya Konon dibangun oleh Nenek moyang yang tiba kedua setelah Warga Pasek di Desa Pujungan yaitu dari Nenek moyang Warga Tutuan. Yang konon pada jaman tersebut ada Nenek moyang keturunan Cina hijerah di Desa Pujungan sampai Moksa, hingga dibangunnya sebuah pelinggih Betara Cina. Namun Kronologis Keturunan Cina tidak berani tinggal di Desa Pujungan saat ini tidak ada yang tahu. Apakah ada Bisama tertentu atau memang kehendak Ida Betara yang bersemayam di Desa Pekraman Pujungan. Budaya Desa Pujungan disaat melakukan ritual keagamaan yaitu melakukan Upacara Dewa Yadnya Piodal Besar (Ageng ) di Pura- Pura Tri Kayangan,Sad Kayangan, Pura Warga : Panti,Sanggah Suun, biasanya selalu disertai dengan rangkaian Persembahyangan yang diselingi dengan Narat Masal yang memakai banyak keris – keris sebagai alat bukti nyata bahwa humatnya telah dikaruniai jalan untuk menuju Keselamatan,Ketentraman,Kedamaian clan meneruskan Budaya Bali yang penuh dengan corak keragaman sesuai dengan amal baktinya masing-masing. Disamping itu pula selalu menyertai rangkaian pementasan Tarian rejang yang diikuti oleh Anak-Anak, Remaja, Dewasa laki dan perempuan.
Didalam melakukan Upacara Pitra Yadnya / Pengabenan masyarakat Desa Pujungan secara umum melaksanakan secara bersama- sama di Desa Pekraman Pujungan, yang dikoordinir oleh Jro Bendesa dan ada pula yang melakukan secara pribadi atau memakai sistim warga. Dalam pelaksanaan kegiatan / mekanisme pengambilan upacaranya disaat tiba di kuburan tidak ada Upacara Pembakaran mayat maupun pembakaran wadah.
Tidak disertai Pembakaran mayat ini telah dilakukan dari awal mulanya melakukan Upacara Pengabenan. Hal ini disebabkan karena adanya kebiasaan clan tradisi yang diwariskan oleh Nenek moyang terdahulu, dan sebagai dasar pertimbangannya adalah Hasil – hasil pemikiran orang-orang suci pendahulu mempunyai keyakinan bilamana pembakaran mayat dilakukan , maka asap – asapnya yang banyak dan kelamaan akan terbang dibawa angin menuju tempat-tempat Suci utamanya ke Pucak Kedaton / Pucak Gunung Batukaru. Bilamana hal tersebut terjadi akan menyebabkan kesucian tempat seperti Pucak Kedaton / Gunung Batukaru akan semakin pudar. Hal yang sama diutarakan oleh para dasaran disaat- saat melakukan Dewa Yadnya (Piodal) di Gunung Batukaru (Pucak Kedaton). Jadi Keyakinan Humat Hindu yang ada di Desa Pekraman Pujungan semakin yakin bahwa tradisi tersebut perlu dipertahankan. Dan Bilamana ada umat Hindu yang rnasuk dalam Lingkungan Desa Pekraman Pujungan ingin melakukan Pembakaran Mayat disaat Pengabenan , hendaknya pembakaran dilakukan diluar Kewilayahan Desa Pekraman Pujungan. Sebagai Informasi kebenaran tradisi ini bisa menghubungi Jro Bendesa Pujungan I Wayan Sedana Telepun / HP No. 085237327201, clan Perbekel Desa Pujungan I Gede Putu Santiarta,SSi, Telp./Hp No. 081237907877.Kesenian yang ada di Desa Pujungan sebagai pendukung dalam upaya mempertahankan clan menumbuh kembangkan Budaya Bali, khususnya di Desa Pujungan antara lain :
a. Kesenian Nolin Eka Mertasari, baru dibentuk di Desa Pujungan pada tahun 1993, Pemebentukan ini dilakukan adalah sebagai salah satu upaya untuk melestarikan salah satu Budaya Kesedian Bali yang terpendam. Begitu banyaknya kesenian bali yang cukup berpotensi untuk dikembangkan clan dilestarikan, hingga timbul dibenak hati kita sesame seniman Desa Pujungan yang sesungguhnya hawam terhadap kesenian, sehingga dengan bermodalkan kesemangatan clan keberanian kita bisa membentuk Kesenian Nolin ini yang sampai saat ini bisa eksis dimata masyarakat dengan beranggotakan kurang lebih 30 orang. Pendiri clan sekaligus selaku Ketua Pengurus Nolin I Made Sunita dengan Nomor Telp. (0362) 71052, kini telah berusia 56 Tahun dengan penuh tantangan clan resiko clan dengan segala keterbatasan clan ingin bangkit,bangkit clan terus bangkit untuk mengembangkan kesenian ini sambil memberikan dorongan kepada generasi penerus budaya Bali.
Kendala clan hambatan untuk pengembangan Nolin ini adalah
• Mash sederhanya seperangkat alat musiknya,karena alat musiknya adalah semua rakitan kami pengurus ,belum adanya keterpaduan dengan para senima-seniman yang berpengalaman.
* Hawamnya Kepengurusan Sekeha Nolin untuk berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memohon sumbahsihnya baik sumbangsih Pemikiran maupun sumbangsih pendanaannya.

b. Sekeha Gender Suara Kencana , Kesenian Tabuh Gender memang telah lama ada clan berada di Desa Pujungan. Kesenian Tabuh Gender ini biasa dilakukan dalam Upacara Manusa Yadnya yaitu Metatah / Potong Gigi yang lasyim clan lumrah dilakukan Humat Hindu dimanapun berada.
Tabuh Gender ini memang sangat langka clan agak sulit dilakukan oleh seniman biasa. Hanya penabuh berbakatlah yang mampu menghantarkan tabuh gender ini. Tabuh Gender ini dipergunakan juga dalam Pementasan wayang Kulit, dimana untuk di Desa Pujungan ada 3 orang Dalang wayang kulit yang acap kali pentas diberbagai Desa di Bali . Jadi setiap pentas pasti memakai Tabuh Gender dari Sekeha Gender Suara Kencana i yang dipimpin oleh seorang Ketua Pengurus bernama I Wayan Suada alias Pan Mawan, Umur 38 Tahun , Pekerjaan Tani, No. Hp 085792038871 yang tinggal di Banjar Dinas Mertasari,Desa Pujungan,Kecamatan Pupuan, dengan beranggotakan 7 Orang (I Made Lawa Sekreta(s,l Nengah Suparda Bendahara, Anggota : I Nengah Gebor,l Wayan Gomloh,l Nengah Santi,l Nengah Rinso)
Kendala Pengembangan Tabuh Gender dari Sekeha Gender Suara Kencana ini adalah :
•           belum terorganisirnya kepengurusan dengan baik.
• belum adanya perangkat gambelan yang betul-betul diandalkan Sekeha, karena yang ada sekarang adalah seperangkat gambelan yang masih sederhana.
•           Belum adanya respon yang cukup memadai dari Pemerintah.
c. Sekeha Rindik Layang Kembang, Perangkat Gambelan rindik ini tergolong seperangkat gambelan dari bambu – bambu pilihan yang bingkainya dengan rangkaian kayu yang tergolong cukup sederhana. Rindik telah lasim berada ditengah-tengah kehidupan masyarakat Desa Pujungan. Dan sering dilakoni oleh seniman masyarakat Pedesaan sebagai pengisi selingan waktu disaat-saat kecapaian. Tabuh rindik di Desa Pujungan sering di pentaskan bila ada hajatan / upacara seperti Resepsi-resepsi perkawinan Potong Gigi, Nelu Bulanin, dll. Dan biasanya dipakai didepan acara yaitu baru masuk para undangan, clan juga sebagai pengantar pementasan tari-tarian seperti Goged dllnya. Sekeha Tabuh Rindik Layang Kembang ini dipimpin oleh seorang ketua yang bernam I Wayan Sukadana alias I Wayan Bandem, Umur 42 Tahun, Pekerjaan Petani, No. Hp. 081934351290 Bertempat tinggal di Banjar Dinas Mertasari,Desa Pujungan dengan beranggotakan sebanyak 4 Orang.
Kendala Pengembangan Sekeha Rindik ini adalah :
•           belum terorganisirnya kepengurusan dengan baik.
• belum adanya perangkat gambelan yang betul-betul diandalkan Sekeha, karena yang ada sekarang adalah seperangkat gambelan yang masih sederhana.
•           Belum adanya respon yang cukup memadai dari Pemerintah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar